Bagaimana perkembangan sekolah inklusi di wilayah Solo dan sekitarnya saat ini?
Memang dengan adanya Permendiknas No 70 Tahun 2009 ini membuat setiap daerah wajib menyediakan sekolah inklusi bagi masyarakatnya. Untuk tingkat kecamatan, minimal memiliki satu SD dan satu SMP inklusi. Sedangkan untuk tingkat kabupaten minimal dengan satu SMA atau SMK.
Tindak lanjut dari peraturan itu cukup bagus. Karena, jumlah penyelenggara sekolah inklusi di Solo dan sejumlah wilayah di eks-Karisidenan Surakarta terus bertambah. Seperti di Klaten ada 12 sekolah, kemudian di Boyolali mencapai 74 sekolah, di daerah lain juga mengalami perkembangan bagus. Pemerintah juga mendukung, yakni dengan menyiapkan guru pembimbing khusus untuk sekolah yang ditunjuk langsung oleh pemerintah daerah atau kota.
Apa kendala penyelenggaraan sekolah inklusi selama ini?
Kendala utama itu belum ada kesamaan persepsi guru di sekolah tentang keberadaan anak berkebutuhan khusus dan konsep sekolah inklusi. Ketidaksamaan persepsi inilah yang kemudian mempengaruhi pola dan kemampuan mengajar guru yang tidak sesuai dengan konsep sekolah inklusi. Jadi masih banyak guru yang diciptakan hanya untuk mendidik siswa normal saja dan tidak siap untuk siswa berkebutuhan khusus, seperti siswa yang butuh huruf braille.
Kendala selanjutnya, tentang sarana dan prasarana sekolah yang mendukung aktivitas para siswa berkebutuhan khusus, misalnya, idealnya sekolah inklusi harus mempunyai ramp, lantai khusus, toilet khusus difabel dan sebagainya. Namun saya pikir, yang paling diutamakan adalah penyamaan persepsi guru terlebih dahulu. Untuk sarana dan prasarana bisa menyusul.
Bagaimana cara meminimalisasi kendala tersebut?
Harus ada persamaan persepsi dahulu tentang sekolah inklusi ini di antara pengajar, para siswa, bahkan kalau perlu sampai Satpam. Agar ada pemahaman tentang siswa berkebutuhan khusus ini. Tujuannya untuk menerima kekurangan serta kelebihannya siswa berkebutuhan khusus tersebut. Selain itu harus diminimalisasi sudut pandang yang berbeda tentang keberadaan siswa berkebutuhan khusus yang dituding sebagai penganggu.
Kita semua harus memandang siswa berkebutuhan khusus sebagai siswa yang mempunyai hak yang sama untuk belajar. Sehingga kehadiran anak berkebutuhan khusus bisa dianggap sebagai peluang dan tantangan untuk meningkatkan kualitas sekolah. Jadi jangan sungkan untuk menerima siswa berkebutuhan khusus. (***)
Memang dengan adanya Permendiknas No 70 Tahun 2009 ini membuat setiap daerah wajib menyediakan sekolah inklusi bagi masyarakatnya. Untuk tingkat kecamatan, minimal memiliki satu SD dan satu SMP inklusi. Sedangkan untuk tingkat kabupaten minimal dengan satu SMA atau SMK.
Tindak lanjut dari peraturan itu cukup bagus. Karena, jumlah penyelenggara sekolah inklusi di Solo dan sejumlah wilayah di eks-Karisidenan Surakarta terus bertambah. Seperti di Klaten ada 12 sekolah, kemudian di Boyolali mencapai 74 sekolah, di daerah lain juga mengalami perkembangan bagus. Pemerintah juga mendukung, yakni dengan menyiapkan guru pembimbing khusus untuk sekolah yang ditunjuk langsung oleh pemerintah daerah atau kota.
Apa kendala penyelenggaraan sekolah inklusi selama ini?
Kendala utama itu belum ada kesamaan persepsi guru di sekolah tentang keberadaan anak berkebutuhan khusus dan konsep sekolah inklusi. Ketidaksamaan persepsi inilah yang kemudian mempengaruhi pola dan kemampuan mengajar guru yang tidak sesuai dengan konsep sekolah inklusi. Jadi masih banyak guru yang diciptakan hanya untuk mendidik siswa normal saja dan tidak siap untuk siswa berkebutuhan khusus, seperti siswa yang butuh huruf braille.
Kendala selanjutnya, tentang sarana dan prasarana sekolah yang mendukung aktivitas para siswa berkebutuhan khusus, misalnya, idealnya sekolah inklusi harus mempunyai ramp, lantai khusus, toilet khusus difabel dan sebagainya. Namun saya pikir, yang paling diutamakan adalah penyamaan persepsi guru terlebih dahulu. Untuk sarana dan prasarana bisa menyusul.
Bagaimana cara meminimalisasi kendala tersebut?
Harus ada persamaan persepsi dahulu tentang sekolah inklusi ini di antara pengajar, para siswa, bahkan kalau perlu sampai Satpam. Agar ada pemahaman tentang siswa berkebutuhan khusus ini. Tujuannya untuk menerima kekurangan serta kelebihannya siswa berkebutuhan khusus tersebut. Selain itu harus diminimalisasi sudut pandang yang berbeda tentang keberadaan siswa berkebutuhan khusus yang dituding sebagai penganggu.
Kita semua harus memandang siswa berkebutuhan khusus sebagai siswa yang mempunyai hak yang sama untuk belajar. Sehingga kehadiran anak berkebutuhan khusus bisa dianggap sebagai peluang dan tantangan untuk meningkatkan kualitas sekolah. Jadi jangan sungkan untuk menerima siswa berkebutuhan khusus. (***)
0 komentar:
Posting Komentar